TRIBUTE TO MBAH MARIDJAN


Sosok sederhana dengan peci-nya yang khas tetapi mengemban tugas berat dari  Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai juru kunci gunung berapi teraktif di dunia, itulah R. Ng. Surakso Hargo atau lebih dikenal sebagai Mbah Maridjan.

Ketika Merapi  ditingkatkan statusnya dari Waspada ke Awas, Mbah Maridjan tetap bertahan di rumahnya dilereng Merapi di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, yang hanya berjarak 5 km dari puncak Merapi. Namun Mbah Maridjan meminta masyarakat di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III  untuk segera mengungsi. “Silahkan warga mengungsi ke barak-barak yang sudah disiapkan pemerintah. “Kulo pun krasan ten mriki, wis ra mungkin neng ngendi-ngendi”, katanya.

Menurut kantor berita Antara, Mbah Maridjan berpesan agar warga yang tinggal di lereng gunung itu mengungsi seperti yang dianjurkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta. “Sebaiknya masyarakat lereng Merapi mengikuti saran pemerintah, “katanya, Senin (25/10). Dalam kesempatan itu, Mbah Maridjan mengimbau warga untuk selalu memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberikan keselamatan. Kalaupun Merapi meletus, ia berharap semua dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Mbah Maridjan bukan orang sakti seperti yang banyak dikabarkan orang. Ketika ditanya tentang kemungkinan Merapi meletus, Mbah Maridjan mengatakan (Okezone.com, 26/10) :” Saya kan tidak memiliki alat-alat seismograf seperti milik Badan Vulkanologi. Saya tak kuasa, yang kuasa itu Gusti Allah”.

Ketika Merapi benar-benar meletus dengan melontarkan wedus gembel setinggi 1.5 km pada hari Selasa jam 17.02, semua menjadi jelas dan terjawab : bahwa yang kuasa itu Gusti Allah. Menurut para relawan yang di kutip Tempointeraktif.com (26/10) : usai maghrib, mereka melihat ada warna merah menyala di puncak Merapi yang mengarah ke selatan. Guguran lava itu tepat mengarah tempat tinggal Mbah Maridjan, yakni di Dusun Kinahrejo. Lokasi dusun tersebut berada dalam kawasan rawan bencana III atau 5 kilometer dari puncak Merapi.

Mbah Maridjan ditemukan Tim SAR Yogyakarta sekitar pukul 05.00 WIB di dapur rumahnya. Dia ditemukan dalam posisi sujud. Tim SAR mengenali jasad Mbah Maridjan dari batik, sarung, dan kopiah yang dikenakan (Detiknews, 27/10).

Kearifan dan komitmen. Manusia adalah mahluk lemah yang hanya bisa berdoa dan berharap kepada Tuhan telah memberi dasar komitmen  yang kuat bagi Mbah Marijan  untuk tetap setia mengabdi “menjaga” Merapi hingga akhir hayatnya.

———

27 OKTOBER 2010